"Unzhur maa qaala walaa tanzhur man qaala.." [Ali ra]

Tuesday 28 December 2010

Akankah Seindah Bunga di Kakimu...?

Selasa pagi...

Kelas fisika. Berdiri di pojok kanan paling belakang, bersandar tembok. Kadang kedua tangan ini saya lipat ke belakang, sesekali bersedekap. Mendampingi senior saya di kelas fisika serasa diri ini memulai belajar fisika dari nol. Saya selalu mencermati alur, pola untuk sampai ke inti dari penjelasan yang beliau sampaikan. Tak kan saya biarkan pikiran saya keluar alur. Bahkan tanpa saya sadari kadang saya seakan terhipnotis dan dalam hati berkata oh, begitu ya[hehe...]. Tetapi sebenarnya bukan ini tugas saya di kelas. Sepertinya tak ada yang perlu saya lakukan pagi ini kata hati saya, kecuali... perhatikan depan saja.

Saya perhatikan depan dengan seksama, demikian pula seisi kelas. Keadaan ini berlangsung cukup lama. Tiba-tiba ada yang menoleh ke belakang [mencari saya kali...hehe]. Bola mata saya bergerak melihat dia, reflex kami tersenyum. “tenang, saya masih disini” kata saya dalam hati. Kami kembali focus ke depan. [Hikmah 1 : Sekali Anda mengalihkan pandangan dari lawan bicara itu menunjukkan Anda sedang tidak focus]. Selang tak berapa lama dia menoleh lagi. Saya kembali tersenyum, dia juga tersenyum, malu. Hanya dia yang menoleh ke belakang, berulang. Dan berulang juga saya tersenyum bahkan kadang saya barengi dengan mengangkat kedua alis saya dengan maksud mengingatkan dia agar memperhatikan ke depan. Kejadian ini berulang kali, waduh begini terus gimana ghodhul basharnya. Lama-lama saya menjadi curiga. Ada apa sih dengannya? Ini benar-benar menggangu konsentrasi. [Hikmah 2 : Tidak focus berulang kali menunjukkan Anda resah, apalagi jika sedang ujian, dapat menimbulkan su’udzon pengawas].

Capek berdiri saya duduk di kursi kosong. Kalem. Duduk di pojok untuk melihat depan justru mata ini dapat melihat jelas yang menoleh ke belakang dari tadi. Rambutnya lurus. Benar-benar lurus sampai-sampai rambut bagian atas berdiri..hehe..lucu. Postur tubuhnya sedang, sedang dalam masa pertumbuhan. Rambut yang duduk disampingnya juga setipe. Postur tubuhnya lebih kecil. Meski kasak kusuk di kursinya tapi dia tak memperdulikan saya. Mereka belum bisa dikatakan sebagai pria. Istilah cowok mungkin lebih pantas. Hmm berarti dalam masa pertumbuhan menjadi pria, pria muda. Dia sudah mengurangi menoleh ke saya. Kembali focus ke depan. Tiba-tiba ekor mata saya menangkap sesuatu yang aneh di kaki cowok ini. Celana panjang cowok ini sedikit terangkat. Kaos kakinya tenggelam ke dalam sepatu alias terlalu pendek hingga mata kakinya kelihatan. Tertangkap oleh mata ini bunga indah mekar di sekitar mata kaki bagian dalam kaki kiri. Apa karena menyimpan bunga di mata kaki hingga dia sering menoleh pada saya ya, kata-kata ini berkelebat di otak saya sampai-sampai kening ini sedikit berkerut. [Hikmah 3 : hati-hati dengan pandangan mata, efeknya sampai ke otak, bisa merambah ke hati lho....hehe]. 

Tema di depan intermezzo, hal ini sering saya lewatkan. Rehat. Sekarang saat saya melaksanakan tugas. Saya berdiri, melangkahkan kaki, cukup 2 langkah saja sampailah saya di samping pemilik bunga. “asli ya?” tanya saya setengah berbisik.[Hikmah 4 : Hati-hati memilih kosakata arahnya kemana, pujian, pernyataan, pertanyaan atau tuduhan] “apa Bu?” dia balik bertanya. “itu...dikakimu” kata saya sambil mata ini menunjuk kearah kakinya. “kok Ibu tau sih?” dia balik bertanya lagi sambil tersipu, malu. Ketahuan! [Hikmah ke 5 : Simpan bunga pada tempatnya, jika perlu berikan pada orang memerlukannya]Pria muda disamping pemilik bunga mulai tertarik dengan pertanyaan saya. “Hmmm...asli atau bukan?” tekan saya sekali lagi. “bukan Bu..” jawabnya sambil memperlihatkan bunganya. “kalau bukan tolong dihapus pakai air dulu sana” pinta saya. “Tidak bisa Bu” jawabnya. “Kamu gambar pake apa? boardmaker permanent?” “ini buatnya dengan bahan untuk ngecat rambut itu lho Bu..”tukas pria muda disamping pemilik bunga, “biar cantik kakinya,” lanjut dia sambil tangan kanannya menepuk-nepuk bahu pemilik bunga. “Oh, ya sudah besuk pagi saya lihat lagi, tolong dihapus ya...,” mau tak mau saya mencoba tersenyum [ada-ada saja, mana ada kaki cowok cantik :-p]. “Besuk belum bisa dihapus Bu..” jawab pemilik bunga “ya sudah besuknya lagi..” “ belum bisa Bu...” “jadi...kapan hilangnya?” “satu minggu Bu...” “OK...saya cek minggu depan.., coba dihapus pakai alcohol ya atau digosok-gosok pakai sabun” [Hikmah 6 : Perjelas permasalahan yang ada dan cobalah memberikan solusi, meski adakalanya belum tentu smart solution]

Selasa pagi minggu berikutnya...,

Mendampingi senior di kelas Fisika. Awalnya saya lupa dengan peristiwa selasa sebelumnya. Tetapi ketika mata ini menyapu seisi kelas eit...bunganya sudah layu atau belum ya? Muka pria muda ini mengingatkan saya pada bunga segar yang mekar di mata kaki kiri minggu lalu.  Senyum saya mengembang mengingat kejadian itu. Seperti biasa, saya memposisikan diri di belakang. Mencermati setiap alur, pola hingga diri ini mampu menyimpulkan inti dari semua penjelasan. Waktu berjalan, saat ada kesempatan saya dekati pemilik bunga, dan setengah berbisik disampingnya, ”Bunganya sudah hilang?” sambil tersenyum dia menunjukkan bunga pudarnya sambil menjawab,”Belum bisa hilang Bu...” Tak ada yang bisa saya katakan melihat bunga pudarnya.  Benar-benar tak sedap dipandang mata.  Saya paham betul, lukisan pada kulit dibuat dengan bahan semacam pacar, akan lama hilang.  Awalnya memang indah, namun seiring waktu keindahannya akan luntur. Lantas ... apa yang pria muda ini pikirkan saat dia menggambar bunga di mata kakinya? Perasaan apa yang menyeruak di hatinya saat melihat bunga mekar indah? Apa pula niatannya? Imajinasi  liar yang berkelebat dalam otaknya? Pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah saya luncurkan padanya. Dalam pikiran saya, jika gambar itu asli dan tidak bisa pudar, tentu akan saya sebut sebagai tato. Dan itu adalah sebuah pilihan hidup. Pilihan cita-cita masa depan yang di  ukir di masa muda. Meski tato tak menghalangi kesuksesan seseorang di negara ini. Setidaknya  anjuran saya menghapus bunga indahnya, membuat pria muda ini berpikir ulang ketika  ia memiliki hasrat menggambar lagi. [Hikmah 7 : Gunakan masa mudamu sebelum datang masa tuamu...

Bunga mekar indah di mata kaki itu memang sekedar gambar. Gambar yang bisa hilang  karena faktor waktu.  Jika gambar itu asli, haramlah hukumnya dalam Islam, bertato baik bagi laki-laki maupun perempuan. Bisa jadi pria muda ini belum mencermati  bahwa Ibnu Umar ra berkata,”Rasulullah SAW melaknat wanita yang menyambung rambut dan meminta disambungkan, juga wanita yang membuat tato dan memintanya.”(Muttafaq ‘alaih). Dalam hadits tersebut memang disebutkan wanita, karena kebanyakan wanita suka melakukan perubahan, tetapi hadits ini berlaku untuk laki-laki dan wanita. (Riyadhus Shalihin jilid 2-Imam Nawawi). Menurut Mahzab Syafi’i, tempat yang ditato najis, dan wajib dihilangkan bila tidak membahayakan bagi dirinya, namun bila membahayakan maka tidak wajib dihilangkan. Jadi dari pada membahayakan diri alangkah indahnya jika kita menjaga diri ini untuk tetap pada rel yang benar dan jelas. Boleh boleh saja kita menyukai bunga, karena dari keindahan bunga kita bisa mengambil ibrohnya. Bunga mampu menggambarkan keindahan, kecantikan, keharuman, cinta kasih, kesucian, ketegaran, dan lainnya. Jika saja yang digambarkan bunga itu ada pada akhlak kita, hmmmm...sungguh mengagumkan. Wahai pemilik bunga, apakah akhlakmu akankah seindah bunga di kakimu...? Semoga...masih banyak kesempatan.[Hikmah 8 : Hidup menuju zona bahagia saja deh...yang syar’i, ga usah neko-neko]


Anggrek Tanah (Bunga Kesabaran)





No comments:

Post a Comment