"Unzhur maa qaala walaa tanzhur man qaala.." [Ali ra]

Tuesday, 26 March 2013

SEPOTONG EPISODE



Tidak ada yang istimewa dari kejadian-kejadian yang aku alami jika ia tak meninggalkan kesan bahkan tak tertangkap hikmah sedikit pun pada diri ini. 

“Apa rencanamu Dik?” ia memulai pembicaraan serius kami setelah salam dan apa kabar terselesaikan dengan baik. Aku menemukan ia bersandar di tembok teras sebuah masjid salah satu kampus ternama di Yogyakarta, menghadap ke arah timur sembari memperhatikan mahasiswa/i yang berlalu lalang selepas sholat dhuhur. Tas coklat bermerk sangat aku kenal tersanding disampingnya. Pas banget dengan baju yang ia kenakan siang itu. Membuat ia terlihat elegan di mataku. Aku tersenyum mendengar pertanyaannya. Selalu saja dia membuat hatiku meleleh. Sebenarnya aku bingung mau menjawab apa. Otakku selanjutnya bekerja keras mencoba mengikuti dengan benar arah pertanyaannya, ‘rencanaku hari ini’ atau ‘rencana kehidupanku’. 

Mengikuti gaya duduknya, bersandar di tembok, tas gendong dan jaket kumalku setengah ku pangku justru membuat ia mengubah posisinya, bergeser  di hadapanku. Mungkin ia amat sangat berharap melihat pelangi diwajahku karena tiba-tiba saja hujan turun dengan lebatnya di siang bolong. Aku biarkan saja ia begitu, menatapku. Setahuku ia bukanlah paranormal, psikolog atau psikiater. Aku biarkan saja ia begitu, menatapku. Memperhatikan setiap ekspresi raut mukaku ditiap kata yang akan aku ucapkan. Aku biarkan saja ia begitu, menatapku. Mengerti dan memahami bahasa hatiku. Aku biarkan saja ia begitu, menatapku. Agar harapannya bertemu denganku siang ini melegakan semuanya. Aku menikmati hujan. Guyuran air dari atap masjid begitu keras menghantam tangga pertama membuncah hingga ujung teras.  Begitu pula butiran-butiran air diluar sana, mengetuk-ngetuk anak-anak tangga masjid hingga menghasilkan irama yang sungguh luar biasa. Nyanyian hujan.
“Jadi, apa rencanamu Dik?” ia kembali mengulang pertanyaannya. Aku alihkan pandanganku dan menatapnya dengan sedikit keyakinan bahwa jawabanku sesuai yang ia inginkan.
Masjidil Haram
 “insya Allah umroh”.
“Alhamdulillah...kapan?”.
“insya Allah 2 April”.
”Kenapa engkau tak menikah dulu, terus umrohnya berdua?”.
Aku kembali tersenyum. Engkau sesungguhnya sangat berharap aku menjawab bahwa aku sudah menikah, atau aku akan menikah bukan? Maaf telah mebuatmu kecewa.
“ikhtiar nyataku untuk umroh sekedar aku meminta ijin ortu, minta rekomendasi atasan, mencari travel, selanjutnya memohon ridho Allah. Sekedar urusan pribadiku dengan pribadi yang lain. Tapi kalo aku menikah, tidak sesederhana itu. Ada sekelompok pribadi yang lain, yakni keluargaku, keluarga seseorang yang bisa jadi tak sependapat. Bla bla bla...”.
“Ya, aku mengerti. Terus setelah umroh.”
Ia benar-benar menginginkanku menjawab sesuatu.
“insya Allah menikah”
Nah...benar bukan. Mukanya yang sedari tadi serius langsung lenyap. Mulai tersenyum senang.
“ Kapan?”
“insya Allah setelah umroh”
“iya, kapan?”
“ *****, itu yang akan aku mohonkan di Baitullah.”
Dan engkau mulai tersenyum-senyum bahagia. Sampai aku terheran-heran dengan senyummu.  Mudah saja membuatmu senang.
“Terus? Setelah itu?”
Aku mengerutkan kening. Sebenarnya, apa lagi yang  ingin ia tahu? Rencana-rencana besarku? Atau rencana sederhanaku?
“insya Allah ibadah haji.”
“Kenapa tidak daftar setelah nikah biar berangkat berdua?”
“Lalu...? Bagaimana aku bisa menjamin berapa lama usiaku? Lagian, bukankah waiting listnya sudah belasan tahun. Berapa usiaku nanti? Aku sekedar mewujudkan mimpi-mimpiku. Dan...Aku jalanin yang Allah kasih duluan saja.”
“Terus setelah itu?”
Sungguh aku tak mengerti yang engkau mau dariku. Rencana hidupku yang mana? Karir? Rencana kesenangan hidup di dunia ini? Tentu saja banyak sekali. Namun,  jika rukun Islam sudah aku penuhi, cukuplah bagiku. Itu yang aku pikirkan saat itu. Tapi, engkau benar. Aku paham yang engkau inginkan. Engkau ingin aku katakan semua inginku. Dan aku masih terdiam. Aku teringat semua inginku yang tertulis rapi dan belum aku coret. Masih banyak yang belum terealisasi dan masih akan aku tulis lagi. Lagi. Dan lagi. Bagaimana aku bisa mengatakan semuanya kepadamu?
Sedari menanti semua impian besarku terwujud, tentu aku harus menjalani kehidupan sosialku. Yah... Ada impianku selanjutnya. Anfauhum linnas. Khusnul khotimah.
“engkau memilih jalan yang berbeda Dik.” 
Aku kembali mencoba mengerti kata-katamu.
 “aku tak seperti yang engkau pikirkan.” Jawabku dalam hati.
Sejatinya, aku sangat ingin sepertimu. Ilmu yang engkau timba selama ini sangatlah berguna bagi sesama. Sedangkan aku? Aku masih disini. Engkau berharta, dan hartamu berguna bagi sesama. Sedangkan aku? Aku masih memikirkan diriku sendiri. Engkau punya waktu, dan waktumu bisa engkau bagi untuk sesama. Sedangkan aku? Aku masih bergumul dengan urusan pribadiku yang belum beres-beres. Engkau tak sepenuhnya sehat, aku pernah tahu riwayat itu dan aku tak sampai hati bertanya meski aku benar-benar ingat, tapi semua itu tak membuatmu berhenti berdaya guna untuk orang lain. Sedangkan aku? Pilek saja mengeluh. Aku benar-benar ingin sepertimu.
“Sebenarnya semua tergantung pada kita Dik. Maukah kita mengubahnya? Beranikah kita mengambil keputusan untuk keluar dari sini? Kalo kita mau keluar pasti jauh dari seperti sekarang. Kuncinya adalah keberanian kita mengambil keputusan. Dan bagaimana kita bertanggungjawab dengan keputusan yang kita ambil itu. Jangan sampai ada sesal, atau mengeluh dikemudian hari. Kau harus belajar Dik. Tak sepenuhnya keinginanmu itu terealisasi sesuai dengan inginmu. Bisa jadi ada benturan dengan sekeliling kita. Janganlah kau memaksa sekelilingmu mengerti akan dirimu. Tapi lihat, pelajari baik-baik, mengertilah, pahamilah sekelilingmu. Beradaptasilah. Hidupmu akan benar-benar hidup kalau kau sudah menikah. Setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Jangan pernah lari dari tiap kesulitan. Kau pasti bisa Dik”
Speechless...
“Terimakasih” ucapku lirih.
“ Tolong bantu aku dengan do’a,” pintaku, “agar aku bisa menjalani hidup dengan baik. Tolong juga mohon maafkanlah semua khilafku yang aku mengerti atau pun tak ku mengerti, yang aku sengaja juga tak kusengaja. Tolong maafkanlah...maafkan semua janjiku yang belum tertunaikan. “

==================##################=========================

#Teruntuk seseorang yang meng-inspirasi tulisan ini "jazakumullahu khoiron katsiro"

Wednesday, 13 March 2013

Itukah Persahabatan_De Happind



Semula kau ku anggap pelita dalam hidupku
Semula kau ku anggap mata air bersama hatiku
Kau basuh kegundahanku dengan gelak tawa ceriamu
Kau siram kegelisahanku dengan cerita manismu

Selalu kurasakan senangnya hati denganmu
Selalu kuharapkan saat-saat kehadiranmu
Kau basuh keresahanku dengan kisah-kisah indahmu
Kau siram kedukaanku dengan semua dustamu

Serasa terjaga
Dalam mimpi setelah aku sadari
Engkau berlabuh
Hanya dikala suka tiada kala ku duka

Itukah persahabatan

Serasa terjaga
Dalam mimpi setelah aku sadari
Engkau berlabuh
Hanya dikala suka tiada kala ku duka

Itukah persahabatan

Yang engkau tawarkan
Tak pernah nyata tak terbalaskan
Oh betapa kecewaku padamu
Betapa kecewa sahabatku

Wahai Illahi Rabbi
Berilah aku ketajaman mata hati
Sahabat sejati

Kumencari sahabat sejati

Thursday, 7 March 2013

Lyrics Air Mata Keinsafan



Setiap mendengar nasyid ini, wuihhh diri ini ga kuat nahan air mata. Apalagi iringan musiknya sangat pas banget. Duhhh...dalem banget. Coba deh denger sendiri ya... Artisnya Saujana, hampir semua dari Saujana saya memang suka ^_^


Air mata keinsafan
Yang mengalir di malam sepi
Inilah dia pelembut jiwa
Bagi mendapat kasih Ilahi

Rintihan di sepertiga malam
Dari seorang hamba yang dhaif
Kerana mengenang segala dosa
Moga mendapat keampunan dari Ilahi

Setiap kekasih Allah
Menempuhi jalan ini
Untuk mereka memiliki kejayaan

Ayuh bersama kita susuri
Perjalanan kekasih Allah
Agar kita tiada rugi dalam meniti hidup ini

Deraian air mata ini
Titisan yang paling berharga
Buat menyimbah api neraka
Moga selamat di titian sirat
Syurga abadi

Sunday, 3 March 2013

Terjemahan Qur'an surat Ar-Ra'd ayat 2-4



Setiap membaca Al-Qur’an dan artinya saya merasakan sesuatu yang luuuaaarrrr biasa. Hehehe... Anda juga pasti mengalami hal yang sama. Jika belum cobalah membacanya, sekali dua kali, tiga kali, terus saja membacanya dan dijamin Anda pasti menemukan sesuatu yang memukau. Bener loh!!! Banyak ilmu disitu meski banyak terjemahan ayat yang tidak bisa kita konsumsi langsung, harus dimasak dulu. Tapi masaknya bukan di dapur lho, yang masak juga bukan koki, tapi bagi mereka yang Allah anugerahi ilmu lebih tentang  Islam.
Tulisan dibawah ini adalah terjemahan dari Ar-Ra'd :2-4. Sarat dengan ilmu dan benarlah Al Qur’an jika kita sering berinteraksi dengannya maka makin kuatlah iman kita. Semoga... aamiiiin

Allah meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy. Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu.
Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai diatasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.
Dan di bumi terdapat bagian-bagian yang berdampingan. Kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, pohon kurma yang bercabang, dan tidak bercabang; disirami dengan air yang sama, tetapi Kami lebihkan tanaman yang satu dari yang lainnya dalam hal rasanya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.