Selalu berminat ikut teman jalan-jalan ibarat sambil menyelam minum air. Itu yang tertanam dalam diri saya. Pertama, adakalanya karena saya memang punya agenda belanja. Kedua, sekedar diajak menemani mereka jalan-jalan. Untuk yang pertama kelihatan untung di saya karena nebeng, hemat bensin, bisa jadi malah dapat traktiran, hehehe. Alasan kedua kesannya saya membuang waktu. Oh tidak, itu hanya kesan, saya justru menikmatinya. Bukan menikmati waktu yang terbuang, tapi justru saya belajar banyak dari teman-teman. Berusaha mengambil hikmah dari segala yang saya lakukan. Diantaranya, saya menjadi semakin tahu tempat-tempat belanja hemat isi kantong. Ini penting bagi saya, entah bagi kaum hawa lain. Juga, saya menjadi lebih tahu dimana saja bisa membeli barang-barang branded. Ehm...
Demikian halnya jelang sore itu, kamis jam 14an. Saya dengan sengaja ikut teman jalan-jalan ke malioboro. Kedua alasan saya pegang teguh. Pertama, karena arah belanja teman searah dengan barang yang ingin saya beli. Kedua, teman saya ingin survai karpet. Nah...dapet semua deh, saya beli sesuatu dan lebih tahu karpet dengan harga miring. Sebenarnya agenda rutin jam 16an hari kamis adalah ke Pogung Baru. Jadi kami harus gerak cepat. Tas laptop kami taruh di bagasi biar aman plus hemat energi. Selalu belanja dengan uang tunai, bawa uang secukupnya untuk nge-rem keinginan membeli barang-barang di luar rencana.
Mencari tempat parkir dekat dengan tempat belanja bukan hal yang mudah jika bermobil ke malioboro. Akhirnya teman saya memarkir mobilnya di jalan Suryatmajan. Mulailah kami menyusuri toko-toko. Dunia plastic, cek harga juga gambar karpet yang dicari, hasil gambar tidak sama. Matahari, disini tujuan saya, hasil sukses. Liman, cek harga juga gambar karpet yang dicari, hasil gambar dan harga tidak sesuai keinginan. Beralih ke matahari muslim, teman saya mencari mukena, hasil belum ada yang sesuai selera. Sekarang menuju AL-Fath cari mukena sekaligus nebeng sholat ‘ashar. Eh, belum nemu yang pas juga nih mukena. Akhirnya kami putuskan balik. Waktu hampir menunjukkan jam 16an. Survai karpet belum berakhir, masih ada toko manis di jalan Joyonegaran yang belum di kunjungi. Dari Suryatmajan mesti muter dulu melalui jl Suryopranoto – jl P. Senopati – jl KH. Ahmad Dahlan – jl Bayangkara – jl Joyonegaran. Dengan mempertimbangan waktu akhirnya kami memutuskan untuk ke Pogung dulu, ke manisnya setelah selesai dari Pogung. Eeeittt...mobil terlanjur ambil sisi kanan masuk Mayjen Suryopranoto ke arah selatan. Yah...mesti muter balik, berhasil! Berhasil muter di depan Progo. Dilema lagi. Ke Pogung lewat mana? Saya sih milih melewati Jalan Kaliurang. Tapi teman saya lebih memilih jalan yang biasa dia lewati, Monjali. Ya sudah...berarti rutenya terdekat dari jl Mataram-Abu Bakar Ali arah Kota Baru [jembatan Kleringan masih dalam tahap pembuatan saat itu]-jl. A. Jazuli-jl. Sunaryo-Jendral Sudirman-Am Sangaji-Monjali-Tirta Marta-Pandega Marta-Pogung blok F70.
Terlambat. Bisa dipastikan begitu. Selain jauh, bertepatan jam sibuk pulang kantor pula. Dari jl Mataram kami ambil arah Kota Baru. Melewati jembatan kali Code Abu BAkar Ali teman saya bilang, “naik mobil lewat sini jendelanya harus terbuka, apalagi kalau sudah belok”. Saya ngikut saja tekan tombol buka jendela, sedikit. “turun lagi” kata teman saya. Saya pikir-pikir masak iya sih? Saya tentu saja tidak tahu hal ini. karena saya langka melalui jalan ini bermobil. Apa karena lewat timur Gondolayu? Apa hubungannya menyusuri Kali Code dengan jendela mobil terbuka? Ketika mobil mulai belok ke arah A. Jazuli teman saya bilang lagi, “turunkan lagi jendela, lewat sini itu jendela kiri mobil harus terbuka lebar”. 75% jendela mobil turun. Ritual macam apa ini. “ Sekarang jalannya pelan-pelan,” kata teman saya. Apa lagi ini pikir saya. “Nah...tengok ke kiri” kata dia sambil tertawa. Hah? Jadi ini yang dimaksud dari tadi? “Saya kalau lewat sini suka sekali, jendela mobil dibuka lebar supaya bisa lihat bunga-bunga dengan leluasa” kata teman saya sambil tertawa. Bunga sih saya tahu karena di sepanjang A. jazuli berderet toko bunga. Berwarna warni. Saya pun selalu tertarik dan memperlambat laju motor jika lewat jalan ini. Hehehe...di kerjain deh saya. Begini ya ritual melewati A. Jazuli. Buka jendela mobil Anda, pelankan laju mobil, tengok ke kiri lalu...perhatikan apa yang terjadi.
Sepanjang perjalanan kami tak ada ritual resmi apa pun lagi. Sejauh yang saya ketahui dan saya lakukan memang tidak ada ritual tertentu di jalanan. Jika toh ada mungkin itu berawal dari keinginan tersembunyi seperti teman saya tadi. Km 97? Wallahu’alam