"Unzhur maa qaala walaa tanzhur man qaala.." [Ali ra]

Thursday, 4 July 2013

Begini Cara Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan



Mendidik anak dalam kandungan bukan berarti mendidik anak tersebut agar pandai terhadap apa yang diajarkan oleh orang tuanya. Melainkan sekadar memberikan stimulus yang diproses secara edukatif kepada anak dalam kandungan melalui ibunya.

Dr. Baihaqi menjelaskan bahwa hakikat metode mendidik anak dalam kandungan adalah dengan cara sederhana, yaitu dengan
memberikan stimulasi atau sensasi. Cara sederhana ini kemudian diangkat menjadi metode yang dipikir, disusun dan diarahkan melalui pembinaan lingkungan edukatif yang islami untuk ibunya, ayahnya dan sekaligus (anggota) keluarga—inti—yang lainnya. Rangsangan-rangsangan dengan metode tersebut pada akhirnya diharapkan dapat memicu respons atau sensasi balik dari anak dalam kandungannya.

Berikut ini, ada beberapa metode mendidik anak dalam kandungan yang sudah diaplikasikan dalam tatanan budaya kaum muslimin dan mukminin masa lampau. Dan, hasil yang diperoleh dari praktek pendidikan mereka cukup menggembirakan, antara lain sebagai berikut.

1. Metode Doa

Doa merupakan insrtumen yang sangat ampuh untuk mengantarkan kesuksesan sebuah perbuatan. Hal ini dikarenakan segala sesuatu upaya pada akhirnya hanya Allahlah yang berhak menentukan hasilnya. Bagi seorang muslim, berdoa berarti senantiasa menumbuhkan semangat dan optimisme untuk meraih cita-cita dan pada saat yang bersamaan membuka pintu hati untuk menggantungkan sepenuh hati akan sebuah akhir yang baik di sisi Allah. Dengan doa seseorang tidak saja akan terobsesi dan tersugesti dengan doanya, melainkan juga akan termotivasi menjadi seorang yang kuat, penuh optimistis dan memiliki harapan yang pasti, dan mampu melakukan aktivitas-aktivitas yang baik. Doa telah ditegaskan dalam sebuah hadits Nabawiyyah sebagai senjata bagi orang-orang yang beriman, ad-du’a shilaahul mu’minin.

Oleh karena itu, adalah relevan sekali bila doa ini dijadikan metode utama mendidik anak dalam kandungan. Para nabi dan orang-orang saleh terdahulu banyak melakukan metode doa ini, seperti Nabi Ibrahim a.s. (ash-Shaffaat: 100 dan al-Furqaan: 74), keluarga Imran (Ali Imran: 38), Nabi Zakariya a.s. (al-Anbiyaa’: 89 dan Maryam: 5), Nabi Nuh a.s. (Nuh: 28), dan lain-lainnya. Metode doa ini dilakukan pada semua tahapan, tahap zigot, embrio, dan fetus. Dan, untuk tahapan fetus ada beberapa tambahan, yaitu saat si anak berada dalam kandungan hendaknya diikut sertakan melakukan berdoa secara bersama-sama dengan ibunya atau ayahnya.

2. Metode Ibadah

Segala bentuk ibadah, mahdhah dan ghair mahdhah, wajib dan sunnah, seperti ibadah shalat, shaum (puasa), haji, zakat, dan lain-lainnya dapat dijadikan metode untuk mendidik anak dalam kandungan. Besar sekali pengaruh yang dilakukan ibu dengan melakukan metode-metode ibadah ini bagi anak dalam kandungannya, selain melatih kebiasaan-kebiasaan aplikasi kegiatan ibadah, juga akan menguatkan mental, spiritual, dan keimanan anak setelah nanti lahir, tumbuh, dan berkembang dewasa. Hal ini terbukti, misalnya dalam tradisi masyarakat primitif, mereka seringkali melakukan acara-acara ritual dalam rangka menyambut kehamilan putrinya, dengan berbagai aktivitas ritual, menyanyi, menari, dan upacara-upacara lainnya. Kemudian, bila anak dalam kandungan telah lahir, maka anak tersebut menjadi sensitif dan terlatih (peka) dan sangat menyukai ragam aktivitas tersebut, di mana anak-anak tersebut telah mengalami kegiatan ritual tersebut sebelumnya, sewaktu ia masih dalam kandungan ibunya.Menerapkan metode ini tidak terlalu sulit, hanya saja si ibu harus lebih kreatif, inovatif, dan sungguh-sungguh rela mengikutsertakan segala aktivitas ibadahnya dan anak dalam kandungannya secara bersama-sama, dengan suatu teknik kombinasi yang merangkaikan antara ucapan, sensasi, dan perbuatan konkret si ibu. Menjalankan program pendidikan dengan metode ini, hendaknya disesuaikan dengan tingkatan perkembangan anak dalam kandungan. Ada tiga tahapan, antara lain sebagai berikut.

Pada periode pembentukan zigot, yaitu melakukan shalat hajat dan zikir serta dihubungkan dengan doa-doa tertentu.
Pada periode pembentukan embrio, yaitu sama dengan tahapan pertama.
Pada periode fetus, periode inilah yang lebih konkret. Artinya, segala aktivitas ibadah si ibu harus menggabungkan diri dengan anak dalam kandungannya. Misalnya, si ibu akan melakukan shalat magrib. Kemudian si ibu berkata, “Hai Nak … mari kita shalat!” sambil mengajak dan menepuk atau mengusap-usap perutnya.

3. Metode Membaca dan Menghafal

a. Metode Membaca

Membaca merupakan salah satu cara yang paling utama untuk memperoleh berbagai informasi penting dan ilmu pengetahuan. Anak dalam kandungan pada usia 20 minggu (5 bulan) lebih sudah bisa menyerap informasi melalui pengalaman-pengalaman stimulasi atau sensasi yang diberikan ibunya. Namun demikian, tingkatannya masih sangat mendasar dan sederhana. Jika dikatakan kepada anak dalam kandungan sebuah kata “tepuk”, sambil melakukan sensasi kepadanya, maka ia akan mampu mendengarkan dan menyerap informasi tersebut dengan tingkat penerimaan bunyi “t-e-p-u- dan –k”.

Dengan demikian, bila si ibu membacakan suatu informasi ilmu pengetahuan dengan niat ibadah yang dilanjutkan dengan mengeraskan volume suara sebenarnya, secara sadar si ibu telah melakukan pengkondisian untuk anak dalam kandungannya terlibat. Terlebih lagi bila si ibu memahami segala yang dibacanya, mengekspresikan bacaan tersebut dengan intonasi yang khas sesuai dengan alur cerita, maka sudah barang tentu si anak dalam kandungan hanya akan terangsang pada kondisi ilmiah tersebut. Sungguh aktivitas ini pun akan menjadi kegiatan yang penuh kehangatan sekaligus menyenangkan bagi hubungan ibu dan anak.

b. Metode Menghafal

Metode ini secara teknis sama dengan metode membaca. Letak perbedaanya hanyalah pada konsentrasi bidang bacaan atau bidang studi yang ditekuni dan dihafal. Jika si Ibu hendak menghafal suatu bidang ilmu, hendaklah ia mengulang-ulang bacaannya hingga hafal betul. Cara yang menghafal yang lainnya bisa juga dilakukan dengan bantuan visualisasi kata yang akan di hafal, bisa juga dengan gerakan yang membantu mengingat kata tersebut atau dengan benda yang dapat membantu mengingatkan si ibu kata tersebut sambil tetap melibatkan bayi dalam kandungannya. Misalnya, “Nak, mari kita menghafal Al-Qur?an”, si ibu lalu menepuk perutnya dan langsung membacakan ayat-ayat Al-Qur?an dengan berulang-ulang kali hingga hafal betul. Tentunya, praktek ini telah didahului dengan niat melaksanakan aktivitas (menghafalnya) bersama-sama antara si ibu dan bayinya, hingga kelak nanti si anak akan sama terlibat mendapatkan kemampuan menghafal seperti ibunya.

4. Metode Zikir

Zikir adalah aktivitas sadar pada setiap waktu atau sewaktu-waktu. Aktivitas ini suatu yang wajib bagi setiap orang-orang mukmin, yang berpegang teguh pada tali agama Allah. Oleh karena itu, seorang ibu (muslimah) sebaiknya memasukkan kegiatan ini dalam agenda program pendidikan anak dalam kandungannya. Sebagaimana kita ketahui, metode zikir itu sendiri dapat berupa zikir dalam arti umum atau khusus.

Zikir umum berarti ia waspada dan ingat bahwa ia berstatus sebagai hamba Allah di mana setiap kegiatannya tiada lain adalah pengabdian diri kepada Allah semata dalam keseluruhan waktunya. Ia senantiasa menumbuhkan kesadaran untuk menyandarkan hidup dan kehidupannya dalam naungan Allah, menolak segala hal yang bukan dari pemberian Allah swt.. Termasuk di dalamnya adalah penolakan dalam hal melakukan tindakan yang menyimpang dari jalan Allah swt.. Dengan bekal kesadaran semacam ini, si ibu hamil akan berupaya keras untuk melibatkan anak dalam kandungannya secara terus-menerus sepanjang ia terjaga.

Kemudian zikir secara khusus berarti ia melakukan zikir khusus, seperti dengan lafal-lafal khusus, tahmid, tahlil, takbir, doa-doa istighatsah, istighfar, dan zikir-zikir lainnya yang dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi yang menyertainya. Cara melakukan dengan metode ini sangat mudah, yaitu tatkala sadar, ingat, dan berzikir kepada Allah swt., usaplah perut si ibu sambil mengatakan kepada anak dalam kandungannya, “Nak, mari berzikir.… Subhanallah wal hamdu lillah wala illahaillah wallahu Akbar! Atau membacakan kalimat-kalimat thayyibah lainnya sambil terus melibatkan aktivitas zikir tersebut dengan anak dalam kandungannya.

5. Metode Instruktif

Metode ini dimaksudkan tidak saja menyuruh menginstruksi anak dalam kandungan melakukan aktivitas sebagaimana yang diserukan, tetapi juga untuk memberi instruksi kepada bayi melakukan sesuatu perbuatan yang lebih kreatif dan mandiri. Metode ini sangat bagus sekali, terutama untuk memberikan tekanan pada anak dalam kandungan untuk lebih aktif dan kreatif, bahkan mampu melakukan tindakan-tindakan instruktif lainnya penuh dengan ketaatan terhadap orang tuanya. Metode ini bersifat luwes, bisa digunakan ke berbagai langkah pendidikan dan bagi si ibu lebih mudah untuk menggunakan metode ini.

6. Metode Dialog

Metode ini bisa disebut sebagai metode interaktif antara anak dalam kandungan dan orang-orang di luar rahim, seperti ibu, ayah, saudara-saudara bayi, dan atau anggota keluarga lainnya. Dengan metode ini, diharapkan seluruh unsur anggota keluarga dapat dilibatkan untuk melakukan interaksi, yakni menjalin dan mengajak berkomunikasi secara dialogis dengan anak dalam kandungannya. Metode ini sangat bermanfaat sekali bagi sang bayi, karena selain dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dan saling mengenal dengan mereka yang ada di luar rahim. Jauh lebih dari itu, sang bayi akan tumbuh dan berkembang akan menjadi anak yang penuh percaya diri dan merasakan pertalian rasa cinta, kasih dan sayang dengan mereka.

7. Metode Aktivitas Bersama

Metode ini dimaksudkan sebagai suatu cara di mana si ibu setiap langkah dan tindakannya hendaklah mengikutsertakan dan megajak anak dalam kandungan bersama-sama untuk beraktivitas juga. Misalnya saja, seperti apa yang ucapkan si ibu kepada bayinya, sambil si ibu melakukan tindakan-tindakan normal alamiah.

Metode aktivitas bersama ini menekankan pada kegiatan yang mengajak anak dalam kandungan sesuai dengan kata-kata yang dikondisikan dengan kegiatan alamiah ibunya, kemudian secara bersama-sama (ibu dan bayi pralahir) melakukan perbuatan yang dilakukan ibunya, seperti amal saleh, ibadah-ibadah, atau aktivitas lainnya.

Metode ini lebih fleksibel dan efektif, bahkan lebih mudah diterapkan di setiap keadaan dan waktu, terutama bagi seorang ibu muslimah penggunaan metode ini sangat praktis dan efisien. Yakni apa saja yang dilakukan oleh si ibu muslimah bisa menautkan aktivitasnya kepada bayinya, sambil mengajaknya bersama-sama berbuat. Tentu saja ucapan dan ajakan tersebut bukan hal sia-sia, melainkan lebih bersifat edukatif, bernuansa orientatif lingkungan yang baik dan bermanfaat serta menguatkan sendi-sendi tauhidiyah dan syar’iyah, seperti ajakan ibadah shalat, qira’atul qur’an, wudhu, bersedekah, sillaturrahim, belanja, memasak, tidur istirahat, berjalan-jalan santai, dan lain-lain.

8. Metode Bermain dan Bernyanyi

Anak dalam kandungan sering kali melakukan aksi positif, seperti menendang-nendang atau berputar-putar di sekitar perut ibunya. Keadaan ini menunjukkan bahwa ia tidak saja melakukan aksi, akan tetapi ia juga ingin aksinya itu mendapat sambutan, jawaban, respons dari luar rahim, yakni dari ibu atau ayahnya bahkan dari anggota keluarga lainnya. Jika dimanfaatkan untuk melakukan interaksi yang lebih harmonis, lebih baik dengan melakukan permainan-permainan edukatif, yang bersifat menghibur.

Hal ini selain memberikan manfaat agar si anak dalam kandungan terhibur juga akan menambah erat jalinan hubungan yang indah antara orang-orang yang berada di luar rahim si ibu dan anak dalam kandungannya. Dan, ia akan merasa nyaman dan tenang. Sebab, pada umumnya anak-anak akan merasa tenang dan nyaman bila diberi sentuhan-sentuhan yang menyenangkan dan mengembirakan.

Metode ini cukup dilakukan sederhana saja, seperti langkah-langkah berikut ini. Ketika anak dalam kandungan mulai menendang perut atau berputar-putar di sekitar perut, maka si ibu hendaknya menyambut dengan kata-kata yang manis penuh kasih sayang. Misalnya, “Adik sayang, ada apa Nak?

Mari bermain-main dengan ibu,” sambil ibu menepuk perut atau membalas tepat di sekitar tendangan bayi tersebut, sambil katakan sesuatu perkataan manis, atau paling tidak bahasa tertawa, tersenyum, riang, dan bahagia. Kemudian tepuk atau tekan lagi dengan lembut perut ibu dengan satu tangan di tempat bayi menendang, kemudian tepuk sebentar hingga ia balik menendang. Lakukan beberapa kali hingga ia berhenti menendang perut si ibu. Kemudian, si ibu hendaklah mengakhiri permainan ini dengan memberikan alunan suara merdu, berupa lagu-lagu indah, syair-syair yang bernuansa riang–gembira hingga si bayi betul-betul tertidur atau tidak menendang lagi.

9. Metode Kondusif Alamiah

Setiap gejala alamiah, seperti perubahan cuaca dingin, panas, terang, gelap gulita, suara gemuruh ombak, petir, dan suara-suara radikal keras lainnya, merupakan kondisi alam yang dapat dijadikan suatu cara edukasi untuk pendidikan anak dalam kandungan. Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan suasana dan kondisi alam yang berubah-ubah yang tujuannya agar si anak dalam kandungan tidak terkejut oleh perubahan-perubahan yang terjadi karena ia telah mengenal dan merasakan suasana-suasana tersebut dengan kondisi sikap yang tenang.

*Panduan Cepat Hamil*

Di Balik Air Kencing Bayi



“Air kencing bayi laki-laki (dibersihkan dengan) disiram/diperciki air dan air kencing bayi perempuan dicuci.” Qatadah rahimahullah berkata:” Ini kalau keduanya belum memakan makanan, sedangkan jika sudah memakan makanan maka dicuci air kencing dari keduanya.” (HR. Ahmad dalam Musnad beliau no. 563, dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Ta’liq beliau terhadap al-Musnad)
ISLAM telah merinci dengan perincian yang sangat rinci dalam masalah najis. Karena sesungguhnya najis adalah tempat-tempat di mana di dalamnya terdapat banyak sumber penyakit.
Dalam Islam pembersihan/penyucian pun bermacam-macam. Hal itu tergantung pada jenis najis dan bentuknya.
Diantara najis-najis ada yang bisa dihilangkan dan dibersihkan dengan mencucinya dengan air—dan ini kebanyakannya—atau menuangkan air di atasnya. Dan diantaranya pula ada yang dibersihkan dengan menggosoknya dengan tanah, atau dengan menghilangkan atau dengan mengubahnya ke zat lain. Dan cara-cara lainnya untuk membersihkan.
Dan Islam membagi najis menjadi dua, yaitu najis mutawasitoh (sedang) dan mukhaffah (ringan). Dan dari pembedaan dan pembagian ini ada yang berkaitan dengan pembedaaan antara air kencing bayi laki-laki—yang hanya mengonsumi ASI saja—dengan air kencing bayi perempuan.
Islam menjadikan air kencing bayi laki-laki sebagai bagian dari najis mukhaffah (ringan) dan cukup dibersihkan dengan percikan air di atasnya, sementara syari’at menjadikan air kencing bayi wanita sebagai bagian dari mutawasitoh (sedang) dan tidak sempurna cara penyucian/pembersihannya kecuali dengan mencuci sisa-sisanya dengan air.
Tentang air kencing bayi laki-laki dan perempuan, sebuah eksperimen ilmiah modern telah mengungkap rahasia di balik pembedaan antara air kencing bayi laki-laki dan bayi perempuan, dan menetapkan bahwasanya di sana ada perbedaan di antara keduanya.
Penelitian ilmiah modern –yang dilakukan di bidang ini- mengungkapkan adanya perbedaan antara urin (air kencing) bayi laki-laki dan bayi perempuan. Dan salah satu penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Ashil Muhammad Ali dan Ahmad Muhammad Shalih dari Universitas Dohuk, Irak. Dan kesimpulan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Telah selesai proses pengkajian persentase keberadaan bakteri dalam urin/air kencing bayi dalam masa menyusu dan bayi yang baru lahir, di mana mereka mengumpulkan sampel urin bayi secara acak yang berjumlah 73 bayi (35 perempuan dan 38 laki-laki). Mereka mengklasifikasikan/mengelompokkannya ke dalam empat kelompok umur; umur di bawah satu bulan, umur satu bulan sampai dua bulan, kemudian (dari dua bulan) sampai tiga bulan dan kemudian lebih dari tiga bulan dengan kemungkinan meningkatnya konsumsi makanan.
Sampel dikumpulkan dan diangkut langsung untuk diperiksa secara laboratoris dan proses terus berlanjut selama beberapa bulan, dengan mempertimbangkan kemungkinan tingkat maksimum sterilisasi dan menghindari kontaminasi.
Dan kajian tersebut menggunakan metode yang digunakan Dr. Hans Christian Gram, yang ditemukan pada tahun 1884 dalam pewarnaan bakteri (metode Gram staining), yang mana warna ungu menunjukkan bakteri Gram positif dan warna merah untuk negative. Semua sampel yang diuji dengan memilih bidang bakteri mikroskopis untuk menghitung jumlah bakteri dengan menggunakan standar pembesaraan 100 kali lipat. Dan ditemukan bahwa semua Gram negatif, dan diklasifikasikan bahwa ia masuk sebagai bakteri Escherichia Coli.
Dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Pertama: Pada kelompok usia nol sampai 30 hari, prosentase keberadaan bakteri dalam urin bayi perempuan 95,44% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai 41,9 sedangkan pada bidang yang sama untuk bayi laki-laki hanya berjumlah 2 saja.
Kedua: Pada kelompok umur (dari satu bulan sampai dua bulan) prosentase keberadaan bakteri dalam urin bayi perempuan 91,48% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai 24,1 sementara jumlah dalam bayi laki-laki hanya 2,25.
Ketiga: Pada kelompok usia 2-3 bulan, prosentase keberadaan bakteri dalam urin bayi perempuan 93,69% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan mencapai 24,1 sementara jumlah pada kasus bayi laki-laki hanya 1,6.
Keempat: Pada kelompok usia lebih dari 3 bulan, prosentase bakteri dalam urin bayi perempuan 69% lebih banyak dibandingkan pada urin bayi laki-laki, di mana jumlah bakteri di bidang mikroskopis untuk urin bayi perempuan 13,9 sementara dalam kasus urin bayi laki-laki jumlahnya 6,8.
Dan di antara perbandingan di antara jenis yang sama kita cermati bahwa prosentase jumlah bakteri pada perempuan (urin bayi perempuan) terus menurun dengan bertambahnya usia, di mana prosentase tersebut pada kelompok usia kurang dari satu bulan adalah 41,9.
Sedangkan pada kelompok usia di atas tiga bulan kita cermati bahwa prosentasenya turun menjadi 13,9 bertolak belakang dengan apa yang diamati pada laki-laki. Di mana prosentase bakteri dalam kelompok usia kurang dari dua bulan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang ada pada kelompok usia di atas tiga bulan ( yaitu 6,8).
Dan disimpulkan dari hal ini bahwa prosentase bakteri pada perempuan adalah tinggi sejak hari-hari awal usianya, tanpa melihat perkembangan usia dan terlepas dari apakah ia sudah mulai mengonsumsi makanan atau tidak. Adapun laki-laki maka keberadaan bakteri jauh lebih rendah pada hari-hari pertama usianya.
Dan prosentase ini mulai meningkat secara bertahap dengan berlalunya waktu, terutama ketika melewati bulan ketiga dari usianya, yang mana meningkatnya kemungkinan mulai peningkatan prosentase tersebut dengan mengonsumsi makanan.
PENELITIAN lain tentang perbedaan antara urin bayi laki-laki yang masih menyusu dengan urin bayi perempuan juga dilakukan oleh Dr. Shalahuddin Badr. Dan kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Ilmu pengetahuan pada hari ini menetapkan bahwa urin mengandung bakteri pathogen dalam jumlah yang besar, yang menyebabkan penularan banyak jenis penyakit ganas. Di antara bakteri ini adalah:
Bakteri E. coli (Escherichia Coli), staphylococcus, difteri, bakteri streptokokus, jamur candida, dan lain-lain. Oleh sebab itu wajib mencuci, membersihkan tubuh dan pakaian dari urin ini sehingga tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari jenis bakteri pathogen ini.
Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa urin anak yang baru lahir adalah steril, dan tidak ada bakteri jenis apapun di dalamnya, tapi kemudian setelah itu ia membawa bakteri, dan kebanyakan kontaminasi bakteri berasal dari saluran pencernaan.
Dan Dr. Shalahuddin dalam penelitiannya menegaskan bahwa urin bayi laki-laki yang masih menyusu, yang hanya mengonsumsi ASI saja (susu alami) tidak mengandung bakteri jenis apapun. Sementara pada bayi perempuan yang masih menyusu mengandung beberapa jenis bakteri, dan dia mengembalikan hal ini kepada perbedaan jenis kelamin.
Karena saluran kencing perempuan lebih pendek daripada saluran pada laki-laki, di samping sekresi kelenjar prostat yang ada pada laki-laki, yang berperan untuk membunuh kuman. Oleh karena itu urin bayi laki-laki—yang belum memakan makanan—tidak mengandung bakteri berbahaya.
Dan sebagai akibat dari perbedaan anatomi sistem pembuangan urin pada perempuan dan laki-laki, maka perempuan lebih rentan terhadap kontaminasi bakteri dibandingkan laki-laki.
Maka suatu hal yang mudah untuk berpindahnya bakteri ke kandung kemih pada wanita, terutama bakteri yang berpindah dari ujung sistem pencernaan dan berhubungan dengan saluran kemih. Dan kebanyakan bakteri tersebut adalah bakter coliform.
Dan dengan melihat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka terlihat jelas bahwa urin perempuan mengandung bakteri penyebab infeksi, oleh karena itu harus dicuci. Hal itu karena struktur anatomi sistem pembuangan urin, dan kecilnya saluran kemih jika dibandingkan dengan sistem pada laki-laki.
Ilmu pengetahuan hari ini telah mengungkap bahwa menyusui bayi dengan selain ASI, seperti susu formula atau dengan makanan lainnya, baik yang alami maupun buatan menyebabkan terjadinya kontaminasi urin, dimana ASI mencegah keberadaan bakteri coliform dalam urinnya.
Dan di sana ada beberapa jenis sukrosa di dalam ASI yang mencegah menempelnya bakteri tersebut sel epitel di dalam sistem kemih, yang menyebabkan tidak terjadinya kontaminasi urin dengan bakteri coliform, dan dengan demikian urin menjadi steril (Diringkas dari British Medical Journal)
Maka sisi keajaibannya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengetahui hal tersebut semenjak 14 abad yang lalu, padahal di zaman beliau shallallahu ‘alaihi wasallam belum ada mikroskop dan alat-alat penelitian canggih yang lainnya. Ini semakin menguatkan iman kita akan kebenaran ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bahwasanya yang beliau bawa adalah dari Allah Swt.
” Air kencing bayi laki-laki (dibersihkan dengan) disiram/diperciki air dan air kencing bayi perempuan dicuci,” Qatadah rahimahullah berkata:” Ini kalau keduanya belum memakan makanan, sedangkan jika sudah memakan makanan maka dicuci air kencing dari keduanya,” (HR. Ahmad dalam Musnad beliau no. 563, dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Ta’liq beliau terhadap al-Musnad Diterjemahkan Habib Sultan Maulana).
[]
*Panduan Cepat Hamil*